Masihkah Bahasa Menunjukkan Bangsa? - Seranai

Portal informasi Pendidikan, Wisata, Kuliner, Keluarga, dan Kesehatan

Breaking

Post Top Ad

02/04/14

Masihkah Bahasa Menunjukkan Bangsa?

Bahasa identik dengan sebuah bangsa bahkan ada sebuah pepatah yang mengatakan bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Bahasa sendiri bisa diartikan sebagai sistem lambang yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi dan mengidentifikasi diri. Dengan kata lain, bahwa bahasa bisa menjadi hal pembeda antara satu orang atau sekelompok orang hingga suatu bangsa dengan orang, kelompok atau bangsa yang lainnya. Bahasa juga bisa menunjukkan status sosial orang terutama dalam lingkup kedaerahan bahkan bahasa terkadang bisa berarti adat-istiadat. Contohnya dalam budaya melayu terkadang ada ungkapan 'tahu bahasa' yang berarti tahu adat atau juga 'tidak tahu bahasa' yang berarti tidak tahu adat. Dari hal semacam itu jelaslah bahwa bahasa memegang peran penting dalam menunjukkan sebuah identitas seseorang bahkan identitas bangsa dalam lingkup yang lebih luas. Bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional di negeri ini tentu memegang peran penting selain sebagai bahasa pemersatu diantara kita yang berbeda suku dan bahasa ibu. Bahasa Indonesia menjadi salah satu identitas kita sebagai seorang warga Indonesia.

Namun seiring perkembangan jaman dan majunya teknologi yang diimbangi dengan adanya perdagangan bebas yang berakibat bangsa-bangsa di dunia bersaing dalam banyak hal, baik itu ekonomi, militer, politik dan lainnya. Secara tidak langsung juga terjadinya benturan antara bahasa lokal (baca : Bahasa Indonesia) dengan bahasa asing. Akibat hal itu akhirnya para penutur bahasa lokal sedikit demi sedikit mulai terpengaruh bahasa asing. Pada awalnya kedatangan bahasa asing 'mungkin' dianggap hal biasa agar memperluas khazanah bahasa Indonesia namun seiring waktu para penutur lokal ini akhirnya merasa hebat ketika bisa berbahasa asing bahkan menganggapnya adalah hal wajib yang perlu dipelajari. Bahasa asing sendiri akhirnya mendapat posisi 'lebih' dimata para penutur lokal bahkan orang yang bisa berbahasa asing akan lebih diutamakan. Pada akhirnya penggunaan bahasa asing terasa jamak diucapkan dalam kehidupan sehari-hari bahkan terkesan 'dipaksa' agar kita dianggap pintar. Berapa banyak bahasa asing yang bersanding dengan bahasa Indonesia yang setiap hari kita ucapkan dan kita lihat bahkan kita dengar.

Mari kita runut penggunaan bahasa asing yang sering kita ucapkan, kita lihat dan kita dengar. Sejak ma sih sekolah sering kita ucapkan hal semacam tengkyu, syoping, serprais, gud, sori, atau juga ketika kita menonton televisi maka akan terlihat tulisan semacam, Headline News, Breaking news, today Dialogues, Sport, Save Our Nation, dan lainnya. Atau juga ketika kita membaca koran sering ada rubrik bertulis, sport, food, finance, fashion, dan lainnya. Itu baru hal yang bersifat pribadi untuk kita, lalu bagaimana dengan hal umum. Mari kita lihat dalam sebuah perusahaan, ternyata disana juga banyak bahasa asingnya mulai dari meeting, costumer, owner, office boy, room hingga cleaning service. Sebenarnya tak ada yang salah dari semua penggunaan bahasa asing tersebut namun hanya saja situasinya yang salah, kenapa? Karena mereka-mereka yang bangga dengan penggunaan bahasa asing saat berbicara maupun ditempat kerjanya ternyata tinggal di Indonesia, masyarakatnya orang Indonesia, yang membaca orang Indonesia dan mereka mengerti bahasa Indonesia.

Namun serbuan terhadap bahasa Indonesia tidak hanya datang dari luar tapi juga dari dalam penutur lokal itu sendiri. Sejak tahun 80an, bahasa Indonesia sudah 'terkontaminasi' yang namanya bahasa prokem. Bahasa prokem sendiri pada awalnya digunakan oleh para preman yang dimaksud sebagai bahasa rahasia diantara sesama mereka. Namun kemudian bahasa prokem bermetamorfosa menjadi bahasa gaul yang banyak dipengaruhi bahasa betawi. Namun bahasa gaul ini ternyata setiap daerah punya ciri yang berbeda sesuai dengan bahasa ibu mereka. Namun berkembangnya teknologi terutama internet banyak mengubah tata bahasa gaul, terutama sejak munculnya situs jejaring sosial seperti facebook dan twitter. Bahasa gaul yang dulunya hanya menggunakan huruf saja kita berubah menjadi pencampuran antara huruf dan angka. Bahasa seperti itu akhirnya dikenal dengan bahasa Alay. Kalau beberapa waktu lalu, bahasa Alay hanya digunakan oleh anak muda terutama yang masih sekolah menengah tapi sekarang malah salah satu operator telekomunikasi dengan jelas-jelas menggunakan bahasa Alay dalam iklannya, baik yang di media cetak maupun elektronik. Mungkin mereka melakukannya untuk menyasar segmen anak muda.

Belum lagi masalah sifat penutur bahasa lokal yang terkadang merasa bangga ketika ada orang asing bisa mengucapkan bahasa Indonesia. Dulu ketika presiden Amerika Barack Obama mengucapkan sepatah kata yang berbunyi “Terima kasih. Apa kabar?”, maka ramailah media memberitakannya padahal kata yang diucapkan cuma itu tapi hebohnya begitu luar biasa, para penutur lokal ini seakan bangga dengan bahasa Indonesia apalagi kata tersebut diucapkan oleh presiden negara adidaya namun mereka tidak menyadari bagaimana berbahasa mereka sendiri, apakah sudah menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar atau banggakah ketika mereka berbicara dengan bahasa Indonesia atau merasa aneh kalau bahasa Indonesia tidak disandingkan dengan bahasa asing atau bahasa gaul. Dan kalau sudah begini perilaku penutur lokal yang tidak bisa lepas dari pencampuran bahasa asing maupun bahasa gaul dalam setiap bahasa Indonesia yang dia ucapkan maka sulitlah menentukan dia dari bangsa mana. Jadi masihkan pepatah melayu berguna bagi bangsa ini “bahasa menentukan bangsa”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Setiap untaian kata yang tertulis, mencerminkan sebuah kepribadian. Bijaklah dalam Menulis.

Post Bottom Ad

Pages